Desa

Kerancang Laba-laba dalam bordir Kudus

Kerancang jadi pembeda bordir Kudus dengan bordir lain. Kerancang adalah lubang-lubang yang terbentuk dari jalinan benang bordir dan bentuknya beragam mulai dari watu pecah, laba-laba, hingga kotak.

Noor Syafaatul Udhma Afthonul Afif
Kerancang Laba-laba dalam bordir Kudus
Peserta mengenakan busana kudusan saat peragaan busana di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (30/11/2018). Peragaan busana yang menampilkan 39 karya busana kudusan dengan ciri khas kreasi bordir pada baju dengan kebaya batik motif pesisiran dan jilbab itu untuk mengenalkan busana tersebut kepada masyarakat luas serta melestarikan kearifan lokal setempat. Yusuf Nugroho / ANTARA FOTO

Seorang perempuan paruh baya mengecek kain pesanan dari Bali tepat saat azan duhur berkumandang pada Kamis, 22 Maret 2021. Bordir motif bunga yang rapat dan rumit terlihat pada kain putih yang dipangkunya.

Setelah memindai kain, wajahnya menjadi tegang. “Ini terlalu besar. Seharusnya kecil-kecil sesuai pesanan,” katanya sambil bergegas menuju ruang bordir.

Dia berjalan dari ruang tamu, melintasi manekin-manekin berkebaya, dan mendapati tiga pekerja di ruang bordir. “Ini terlalu besar Mbak. Tolong perkecil,” pintanya kepada karyawan yang membuat bordir icik (dengan mesin manual) sambil menunjukkan motif bunga. “Iya Bu. Saya perbaiki,” karyawan itu menjawab sambil meraih kain yang harganya sekitar Rp5 juta rupiah.

Perempuan paruh baya itu berkeliling dan mengecek karyawan lain yang sedang membuat bordir untuk mukena. “Kalau ini pakai mesin juki. Pengerjaannya lebih cepat daripada icik,” kata Sri Amini, perajin bordir Sri Rejeki asal Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.

Sri Amini salah satu perajin yang masih mempertahankan bordir icik di tengah gempuran bordir komputer. Bordir icik adalah bordir yang dibuat dengan mesin manual. Bukan mesin juki atau dengan alat bantu sistem komputer. Cara pembuatannya memakan waktu karena menggunakan mesin bordir manual.

Sri Amini memperlihatkan hasil produksi bordir Kudus di rumahnya, Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah, (22 Maret 2021).
Sri Amini memperlihatkan hasil produksi bordir Kudus di rumahnya, Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah, (22 Maret 2021). Noor Syafaatul Udhma / Lokadata

Mula-mula, perajin menggambar desain bordir pada kain. Selanjutnya kain disulam menggunakan mesin bordir manual. Bedanya, pada mesin juki, setelah menggambar desain bordir, kain disulam menggunakan mesin bordir listrik. Untuk bordir komputer, tinggal memprogram gambar yang diinginkan. Setelah itu komputer akan mulai menyulam.

Perempuan berusia 65 tahun itu memulai membordir sejak 1972. Saat itu Amini, sapaannya, belajar membordir di Desa Langgar Dalem, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Tepatnya di sekitar Menara Kudus. Setelah mahir, Amini muda mulai bekerja di tempat Khoiriyah, salah satu perajin bordir di Kudus selama setahun. Hingga pada 1973 Amini berhenti bekerja lalu menikah dan menghentikan kegiatan membordir.

Pada 1982, setelah suaminya meninggal dunia, dia memberanikan diri membordir lagi. Dia mendesain, menggambar, membordir, sekaligus menentukan warna sendiri. “Usaha pun terus berkembang,” kata Sri Amini saat ditemui di rumahnya yang sekaligus galeri Sri Rejeki pada Senin (22/3/2021).

Bordir Kudus dikenal karena motifnya yang rumit, halus dan detail. Satu kain bordir icik bisa dikerjakan satu hingga tiga bulan.

Bagian yang membedakan bordir Kudus dengan bordir lain, kata Amini, adalah kerancang. Kerancang adalah lubang-lubang yang terbentuk dari jalinan benang bordir. Bentuk kerancang bermacam-macam. Ada kerancang watu pecah, laba-laba, hingga kotak plong.

Perajin membuat kerancang dengan mesin icik. “Setiap satu garis, perajin harus menimpa jahitan beberapa kali. Itulah kenapa, perajin harus memiliki keahlian khusus. Sebab kerancang dibuat di atas lubang kain, bukan pada kainnya,” terangnya.

Ini berbeda dengan kerancang yang dibuat dengan mesin juki atau komputer. Jika menggunakan kedua alat itu, lubang dibuat dengan solder listrik. Hasilnya nyaris mirip, namun kerancang yang dibuat dengan mesin icik kualitasnya lebih baik.

Operator Koperasi Serba Usaha (KSU) Padurenan, Desa Padurenan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus sedang mengoperasikan mesin bordir komputer pada 27 Maret 2021.
Operator Koperasi Serba Usaha (KSU) Padurenan, Desa Padurenan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus sedang mengoperasikan mesin bordir komputer pada 27 Maret 2021. Noor Syafaatul Udhma / Lokadata

Motif bordir yang dibuat Amini bermacam-macam. Ada motif mawar, kupu-kupu, belibis, bunga sepatu, kipas, hingga kerang laut. Namun dia juga berinovasi dengan membuat motif penari kretek, gerbang Kudus Kota Kretek, parijoto, Menara Kudus, hingga batik ukir. “Sampai saat ini, saya memiliki 200 motif bordir,” terangnya.

Selain membuat pesanan untuk kebaya, Amini juga membuat bordir pada kerudung, tas, telapak meja, hingga masker yang laku keras saat pandemi. Harga bordir buatannya bervariasi. Untuk masker harganya sekitar Rp40 ribu hingga Rp50 ribu.

Untuk kerudung dari 75 ribu hingga ratusan ribu rupiah, sementara kebaya harganya mencapai jutaan rupiah. Amini mengaku bisa mengantongi Rp10 juta hingga Rp25 juta setiap bulannya.

Namun ketika pandemi menghantam, dia hanya bisa mengantongi Rp5-10 juta setiap bulan. Pesanan bordirnya mengalir dari wilayah Kudus dan sekitarnya, Jakarta hingga Bali. Pembelinya pun dari berbagai kalangan. Mulai dari pencinta bordir hingga pejabat.

Sentra bordir Kudus

Sebagian masyarakat Kudus mempercayai bordir Kudus sudah dibuat sejak era Sunan Kudus pada abad ke-16. Namun, dalam sebuah penelitian (Sulistyowati dkk., 2020) menyebut bordir Kudus diproduksi pada 1930-an dan berkembang menjadi industri rumahan pada 1970-an.

Kerajinan bordir mula-mula berkembang di dua desa, Langgar Dalem dan Damaran, keduanya berada di Kecamatan Kota. Menurut keterangan Sri Amini, pada 1970-an banyak perempuan dari berbagai desa di Kudus mulai belajar membordir di Desa Langgar Dalem, termasuk dirinya.

Di periode itu, bordir masih dikerjakan secara manual dengan benang sulam. Baru pada dekade 1980-an mulai dikenal mesin icik, kemudian menggunakan mesin juki pada 1990-an, dan sejak 2000-an beralih ke komputer seiring meningkatnya jumlah produksi.

Pada 2020 Dinas Tenaga Kerja, Koperasi Perinkop, dan UKM Kudus mencatat produksi bordir Kudus tersebar di semua kecamatan di Kudus, yaitu Kecamatan Kota, Jati, Undaan, Mejobo, Bae, Dawe, Jekulo, Gebog, dan Kaliwungu.

Namun perajin bordir Kudus terbanyak berada di Kecamatan Gebog, lebih khusus di Desa Padurenan. Di sana terdapat 37 perajin dari 92 perajin di seluruh Kecamatan Gebog. Satu perajin masih bertahan dengan mesin icik, lima sudah menggunakan komputer, sementara sisanya menggunakan mesin juki.

Kerudung kolong motif roda petai Cina buatan Sri Amini yang dipajang di rumahnya di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah.
Kerudung kolong motif roda petai Cina buatan Sri Amini yang dipajang di rumahnya di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Noor Syafaatul Udhma / Lokadata

Salah satu perajin bordir besar di Padurenan adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Padurenan. Koperasi ini memiliki lima mesin komputer yang dibeli seharga Rp60 juta hingga Rp70 juta rupiah.

“Ini mesin bekas. Kalau baru harganya Rp300 juta hingga 900 juta per unit. Kami belum sanggup,” kata Sihabudin, Koordinator Penyedia Bahan Pendukung Bordir dan Konveksi KSU Padurenan.

Untuk menjalankan lima mesin komputer tersebut, pihaknya mempekerjakan delapan operator yang semuanya perempuan berusia 18-30 tahun. Dengan bantuan komputer itu, kini KSU Padurenan mampu memproduksi bordir di atas 30 ribu potong per bulan.

Produk yang dihasilkan beragam, dari baju koko, mukena, kerudung, seragam, hingga topi sekolah. Harga untuk masing-masing produk juga beragam, dari puluhan ribu hingga ratusan ribu.

Untuk pembeli, Sihab menyebut sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Selain pembeli dari kota-kota di Jawa Tengah, ada juga yang dari Bekasi, Jakarta, dan Batam. “Kami menerima pesanan secara online. Makanya banyak pemesan dari luar Jawa juga,” ujar laki-laki berusia 44 tahun ini pada Senin (22/3/3021).

Selain KSU Padurenan, perajin bordir lainnya juga sudah mulai menggunakan mesin komputer. Di antaranya adalah Bintang Mahkota memiliki tiga mesin, Barokah Putra memiliki tiga mesin, dan Iqbal Konveksi, Syafiq Konveksi, dan Haji Hasan yang masing-masing memiliki satu mesin.

“Komputer mampu memproduksi dalam jumlah banyak dengan kecepatan dan tingkat kerapian yang tinggi. Jadi, meski memproduksi dalam jumlah banyak, hasilnya tetap sama, berbeda dengan mesin icik,” ujar Sihab.

Inisiatif pemerintah

Bordir Kudus adalah produk unggulan daerah dan terus dipromosikan. Pada 2017, bordir Kudus unjuk gigi di Indonesian Fashion Week bekerja sama dengan desainer Ivan Gunawan. Bupati Kudus saat itu secara khusus meminta Ivan membantu mengangkat bordir Kudus ke level nasional. Usaha itu menuai hasil, kini bordir Kudus mulai dikenal publik luas.

Lewat sambungan telepon (Selasa 23 Maret 2021), Bupati Kudus, Hartopo, mengaku sering mengajak perajin bordir Kudus untuk mengikuti pameran. Baik di Jawa Tengah hingga Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Hartopo meminta perajin bordir untuk terus berinovasi dengan membuat motif-motif baru. Perajin juga diminta semakin menggencarkan promosi dengan memanfaatkan media sosial.

Proses pembuatan kerancang kotak khas Kudus. Kerancang kotak ini dibuat dengan menggunakan mesin manual.
Proses pembuatan kerancang kotak khas Kudus. Kerancang kotak ini dibuat dengan menggunakan mesin manual. Noor Syafaatul Udhma / Lokadata

Meski pemerintah daerah sudah melibatkan para perajin bordir Kudus di berbagai pameran, namun ada persoalan serius yang sampai sekarang masih luput dari perhatian pemerintah.

Menurut Sri Amini, pemilik merek dagang Sri Rejeki, pemerintah daerah masih kurang memperhatikan upaya pelestarian bordir Kudus. Salah satunya adalah regenerasi.

“Saya sudah tua, karyawan saya rata-rata usianya sudah di atas 40 tahun, lalu siapa nanti yang akan melestarikan bordir Kudus kalau anak-anak muda tidak ada yang mau membordir,” keluhnya.

Untuk itu, dia menyarankan Pemerintah Kabupaten Kudus membuat pelatihan membordir untuk anak-anak muda agar bordir Kudus tidak punah di masa mendatang. Selain itu, dia juga mengusulkan agar pemerintah daerah menyediakan ruang pajang khusus untuk memamerkan aneka produk bordir Kudus.

Baca Lainnya

Ragam kisah dalam motif batik Kudus
Desa

Ragam kisah dalam motif batik Kudus

Secara umum batik Kudus tergolong sebagai batik pesisiran dengan ciri khas kaya warna dan mencolok. Bukti adanya persilangan budaya antarbangsa.

Noor Syafaatul Udhma

Geliat dan peluang lain setelah sukses industri di Kudus
Desa

Geliat dan peluang lain setelah sukses industri di Kudus

Hampir 80 persen ekonomi Kabupaten Kudus ditopang industri pengolahan. Sektor lain bisa memanfaatkan hal itu dengan jeli melihat peluang dan pasar serta kerjasama antar industri besar, sedang, hingga skala mikro kecil menengah.

Afthonul Afif